Langsung ke konten utama

Mutiara Hati

Mutiara Hati
Memoar H. Barkah Tirtadidjaja
Oleh Adji Subela

Bagian Ke 2

Ternyata pertahanan saya pun akhirnya goyah juga. Ketika petang itu masih termangu-mangu di belakang kemudi jeep hendak ke mana saya mau pergi, tiba-tiba ingatan melayang pada sebuah keluarga yang belum saya kunjungi. Aduh, alangkah salahnya saya ini. Keluarga itu amat sangat terkenal, terhormat, dan kharismatik. Di masa lalu keluarga ini menjadi sesembahan rakyat Melayu, kaya raya, dan berpengaruh. Mereka memiliki istana yang indah di Langkat, sekitar 30 kilometer dari Medan ke arah barat daya. Akan tetapi bila ke Medan, mereka biasa tinggal di sebuah rumah besar yang terletak di Jalan Yogya No.2. Dulu bernama Manggalaan. Ke sanalah saya hendak pergi. Lalu kunci starter jeep Willys saya putar dan mesin segera hidup. Tidak terlalu jauh letaknya tempat ini dari markas.
Rumah ini memang besar dan menjadi tempat tinggal di Medan bagi keluarga Sultan Langkat, Sultan Mahmud Abdul Aziz Abdul Djalil Rachmadsyah. Di sanalah saat itu tinggal Permaisuri Tengku Raudah binti al-Marhum Tuanku Al-Haji Muhammad Shah, serta kadang-kadang tinggal pula istri Sultan yang lain. Permaisuri Sultan Langkat adalah salah seorang putri Sultan Kualuh.
Sultan Langkat memiliki dua Istana yaitu di Tanjungpura serta satu lagi di Binjai. Sedangkan rumah yang ada di Medan ini tentulah megah sekali kala itu, dibangun agak tinggi dari halamannya. Di depan terletak beranda yang cukup luas untuk bersantai petang hari. Tapi kini, di mata saya, rumah kelihatan agak suram, senyap. Belum dua tahun berselang, keluarga ini dirundung musibah yang teramat berat untuk dipikul. Sultan mangkat di tahun 1948, karena menderita sakit. Sebelumnya, yaitu Maret 1946 Istana mereka diserbu gerombolan yang menamakan dirinya Front Rakyat, atau Volksfront, harta bendanya dijarah habis-habisan, termasuk intan sebesar 100 karat ikut raib. Mahkota serta perhiasan mahal-mahal lainnya pun lenyap, kursi kesultanan yang berlapis emas dijarah, benda-benda upacara yang umumnya terbuat dari emas dan banyak di antaranya bertahtakan intan berlian pun hilang. Sejumlah besar porselen serta barang-barang kristal juga dilarikan penjarah. Bermeter-meter ambal, permadani buatan luar negeri, juga dibawa. Bahkan kendaraan mereka yang sangat mewah di masa itu seperti Packard, maupun Maibach, dirusak. Putra menantunya, sastrawan besar pelopor Pujangga Baru, yaitu Tengku Amir Hamzah, yang belakangan diangkat sebagai Pahlawan Nasional, tewas pula. Putra Makota pun juga menjadi korban kerusuhan sosial itu, dan hingga kini tidak diketahui di mana dimakamkan. Dua tahun bukan waktu yang lama untuk dikenang, bukan pula waktu singkat untuk dilupakan. Keluarga tersebut saat itu boleh dikatakan remuk dalam kesedihan. Peristiwa itu amat menyayat hati mereka. Kemudian kehidupan keluarga besar Sultan Langkat amat bergantung kepada putri tertuanya, yaitu Tengku Kamaliah, yang juga istri almarhum T. Amir Hamzah.
Tengku Amir Hamzah lahir di Tanjungpura, Sumut, 28 Februari 1911. Beliau adalah seorang lulusan MULO di Medan, kemudian pindah ke Jakarta, setelah itu pindah ke Solo, Jateng, untuk mengikuti pendidikan di AMS (Algemene Middlebar School) bagian A atau Sastra Timur. Kemudian beliau meneruskan ke RHA atau Rechts Hooge School (Sekolah Tinggi Hukum) di Jakarta, dan lulus sebagai sarjana muda. Sastrawan ini turut mendirikan Majalah Pujangga Baru bersama dengan Armijn Pane dan Sutan Takdir Alisyahbana, yang kemudian mereka dikenal sebagai sastrawan Angkatan Pujangga Baru. Di kelompok ini, T. Amir Hamzah dikenal sebagai Raja Penyair Pujangga Baru.
Selain itu beliau juga aktif mengembangkan Bahasa Indonesia dan menjadi salah seorang motor Kongres Bahasa Indonesia Ke-1. Setelah kemerdekaan, suami Tengku Kamaliah ini diangkat sebagai Assisten Residen RI di daerah Langkat. Namun tokoh besar sastra ini menemui nasib yang mengenaskan. Beliau tewas di tangan perusuh dalam sebuah ‘revolusi sosial’ berdarah di Sumut tersebut, yang banyak memakan korban yang kebanyakan adalah keluarga para Sultan. Tengku Amir Hamzah diangkat sebagai Pahlawan Nasional pada tahun 1975 melalui SK Presiden RI No. 106/TK/1975. Di Jakarta, namanya diabadikan antara lain untuk sebuah mesjid di Kompleks Taman Ismail Marzuki (TIM), serta sebuah taman di daerah Matraman, Jakarta Pusat. Cerita tragis nasib penyair besar ini akan diungkapkan lebih lanjut di Bab Ketujuh.
Tengku Kamaliah adalah sosok yang teguh dan kuat. Almarhumah tidak lantas mendayu-dayu meratapi nasib keluarganya, tapi kemudian beliau turun gelanggang bertanggung-jawab terhadap kelangsungan hidup adik-adik serta seluruh anggota keluarga kesultanan lainnya termasuk ibu tiri serta putra-putri mereka. Beliau adalah seorang perempuan yang tangguh, lincah, serta memiliki bakat bisnis kuat. Tengku Kamaliah menjalankan bisnis otomotif bekerja sama dengan dr. A.K. Gani, Menteri Kemakmuran dalam Kabinet Sjahrir III (2 Oktober 1946 – 27 Juni 1947), Wakil Perdana Menteri dalam Kabinet Amir Syarifudin I (3 Juli – 11 November 1947), kemudian kembali sebagai Menteri Kemakmuran Kabinet Amir Sjarifudin II (11 November 1947 – 29 Januari 1948). Selain berbisnis di bidang otomotif, Tengku Kamaliah juga menjadi penyalur gula pasir serta berbagai bahan pangan lainnya. Sebelum mengenal anggota keluarga Sultan Langkat lainnya, saya kenal beliau terlebih dahulu. Jadi petang itu saya bulatkan tekad untuk pergi ke keluarga mereka. Pada waktu itu saya tidak mengira bahwa kedatangan tersebut akan mengubah hidup saya hingga sekarang. Jadi kelihatannya itu kunjungan pertama dan yang paling penting buat saya, boleh dikatakan blessing in disguise, semacam berkah tersembunyi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Minyak Srimpi

          Pada era 50-an tak banyak produk minyak wangi yang beredar di pasaran, terutama yang harganya terjangkau oleh mereka. Oleh karena itu, minyak pengharum badan itu banyak diproduksi perusahaan-perusahaan kecil guna memenuhi kebutuhan pasar akan pengharum. Oleh karena formulanya sederhana dan memakai bahan-bahan atau bibit minyak wangi yang terjangkau, maka dapat dikatakan hampir semua minyak wangi yang beredar waktu itu baunya nyaris seragam.           Satu merk yang popular pada saat itu, dan ternyata masih eksis hingga sekarang adalah minyak wangi cap Srimpi. Minyak ini dikemas dalam botol kaca kecil berukuran 14,5 ml, dengan cap gambar penari srimpi, berlatar belakang warna kuning.           Pada masa itu minyak Srimpi dipakai oleh pria maupun perempuan klas menengah di daerah-daerah. Baunya ringan, segar, minimalis, belum memakai formula yang canggih-canggih seperti halnya minyak wangi jaman sekarang.            Ketika jaman terus melaju, maka produk-produk

Nasi Goreng Madura di Pontianak

                Kurang dari dua tahun lalu, Imansyah bersama istrinya Siti Hamidah dan dua anaknya merantau ke Pontianak, Kalbar, dari kampung halamannya di Bangkalan, Madura. Di kota muara Sungai Kapuas ini mereka tinggal di rumah seorang kerabatnya yang mengusahakan rumah makan nasi goreng (Nas-Gor) di Sui Jawi. Pasangan ini belajar memasak nasi goreng khas Madura. Akhirnya setelah memahami segala seluk-beluk memasak nasi goreng, ditambah pengalamannya berdagang di kampungnya dulu, Imansyah dan istrinya membuka rumah makan nasi gorengnya sendiri, diberi nama Rumah Makan Siti Pariha di Jalan S. A. Rahman.   Di sini mereka mempekerjakan dua orang gadis kerabatnya guna melayani langganannya. RM Siti Pariha menarik pembelinya dengan mencantumkan kalimat: Cabang Sui Jawi. Rumah makan yang terletak berderet dengan rumah makan khas masakan Melayu serta sate ayam Jawa ini buka dari pukul 16.00 petang hingga pukul 23.00 atau hingga dagangannya ludes. Setiap hari RM Siti Par

Pak RT ogah lagu Barat

                          Sudah lama Pak RT yang di serial Bajaj Bajuri selalu berpenampilan serba rapi, rada genit dan sedikit munafik tapi takut istri ini tak nampak dari layar kaca TV nasional. Sejak serial Bajaj Bajuri yang ditayangkan TransTV berhenti tayang, Pak RT yang bernama asli H. Sudarmin Iswantoro ini tidak muncul dalam serial panjang. Walaupun begitu ia masih sering nongol di layar kaca dengan peran yang nyaris tetap yaitu Ketua RT, Ketua RW, guru atau ustadz.             Di luar perannya sebagai Pak RT tempat si Bajuri (Mat Solar), dengan istrinya si Oneng (Rike Diah Pitaloka)   dan mertuanya yang judes plus licik (Hj. Nani Wijaya) berdomisili, H. Darmin (panggilannya sehari-hari yang resmi sedangkan merk-nya yang lain tentu saja “Pak RT”) adalah pria yang berpembawaan santun dan halus.             Barangkali pembawaannya itu dilatarbelakangi oleh pendidikannya sebagai seorang guru. Mengajar merupakan cita-citanya sejak kecil. Sebagai anak kelima