Langsung ke konten utama
Resensi Buku – 2

Api Nan Tak Kunjung Padam Menguber Kasus Korupsi

Judul : Memburu Koruptor, Based On True Story
Penulis : Urip Sutomo
Penerbit : Binar Publishing, Yogyakarta, 2009
Format : 13 x 19 cm, kertas HVS 80 gram
158 halaman hitam putih

Buku mungil dengan tatamuka yang cukup membetot perhatian ini berbeda. Di bagian atas tertulis: Novel Jurnalistik. Apa pula nih?
Setelah membacanya sampai habis, kita baru paham bahwa ini sebuah buku yang dimaksud sebagai novel, tapi isinya adalah kisah nyata perburuan penulisnya, Urip Sutomo – seorang wartawan – dalam mengungkap berbagai kasus korupsi di Kediri, daerah yang kaya oleh hasil pertanian dan industri terutama rokok kretek merk Gudang Garam, dan kota-kota sekitarnya. Jadi cerita ini tentang kegiatan jurnalistik, yang diaduk dengan bumbu kental subyektivitas penulisnya, juga bersifat memoar, dan ditulis bergaya novel.
Kasus-kasus itu tidak saja yang menimpa orang lain atau masyarakat, tapi juga penulisnya sendiri ketika masih menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Kantor Departemen Penerangan Kabupaten Kediri, Jatim. Ia menolak adanya Surat Perjalanan Dinas (SPJ) fiktif. Selain itu penjualan bangunan kantor oleh Kepala yang baru bermasalah, dan Urip dituduh sebagai pembocor informasi. Penulis itu percaya, kedekatan dirinya dengan Bupati Kediri, para pejabat lain, posisinya di DPC Golkar, serta aktivitasnya di kewartawanan menambah konflik dengan atasannya. Penulis tahu siapa sebenarnya yang menulis berita kasus itu di koran lokal.
Akhirnya bencana datang ketika seorang mayor TNI AD datang dari Laksusda Jatim dan memaksa kawan-kawannya menandatangani surat bahwa Urip Sutomo memang suka menentang atasannya, dll. Banyak yang menolak tapi ada pula yang melakukan ‘pengkhianatan’ dengan dugaan penulis berlatarbelakang iming-iming jabatan. Intimidasi psikologis, baik oleh sang mayor – yang penulis ketahui menginap di hotel dan menikmati fasilitas “all-in” atas biaya kepala kantor – ditambah pejabat Deppen tingkat Provinsi Jatim membuat ia jengah.
Teror itu tak pernah berhenti. Sangking jengkelnya, suatu hari Urip merebut formulir dari tangan sang mayor dan mendatanganinya, lalu mencampakkannya di meja sebelum berlalu tanpa kata. Sejak itu ia dicap terlibat G30S/PKI Golongan B. Ketika kudeta gagal itu terjadi ia masih klas dua SMP. Luar biasa. Ini stempel kejam di masa Orde Baru guna membungkam kritik. Ia pun terpental dari PNS setelah tiba SK Menpen Harmoko yang memecatnya. Tapi Urip Sutomo tak patah semangat, dan terus berkarya kendati hatinya remuk runtuk. Ia lalu melupakan Kediri dan bekerja di Jakarta sebagai sales executive selama 15 tahun.
Campuran antara fakta jurnalistik, kisah hidupnya yang warna-warni, dan penulisan yang memikat, membuat buku ini menarik dibaca dan memaksa pembaca mengikuti terus aliran emosi penulis sampai habis di halaman 158.
Urip Sutomo adalah alumnus Akademi Penerangan, Jakarta, Angkatan Ke-XV, kemudian melanjutkan kuliah di sebuah PT swasta. Sejak remaja ia terlibat aktivitas kesenian, diskusi politik, kebudayaan. Dibesarkan di lingkungan budaya pesisir yang serba terbuka dan terus terang, yaitu Pekalongan, ia menjadi orang kritis berani menentang kemungkaran. Karena itu tak cocok di lingkungan ambtenaar.
Ia mendirikan surat kabar mingguan Optimis delapan tahun lalu dan tetap berjalan hingga sekarang. Menikah dengan teman sekampusnya, ia dikarunia tiga anak dan empat cucu. Semangat menentang ketidakadilan terus membara di hatinya, seperti semboyan Departemen Penerangan dulu, Api Nan Tak Kunjung Padam. Maka ia pun terpukul ketika wartawan kebanggaannya terlibat penipuan, ketua LSM yang ia kagumi menyerah, dan pengacara yang ia percayai ambil langkah menyimpang. Semuanya karena tekanan ekonomi. C’est la vie. Inilah kehidupan. Penuh rona.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Minyak Srimpi

          Pada era 50-an tak banyak produk minyak wangi yang beredar di pasaran, terutama yang harganya terjangkau oleh mereka. Oleh karena itu, minyak pengharum badan itu banyak diproduksi perusahaan-perusahaan kecil guna memenuhi kebutuhan pasar akan pengharum. Oleh karena formulanya sederhana dan memakai bahan-bahan atau bibit minyak wangi yang terjangkau, maka dapat dikatakan hampir semua minyak wangi yang beredar waktu itu baunya nyaris seragam.           Satu merk yang popular pada saat itu, dan ternyata masih eksis hingga sekarang adalah minyak wangi cap Srimpi. Minyak ini dikemas dalam botol kaca kecil berukuran 14,5 ml, dengan cap gambar penari srimpi, berlatar belakang warna kuning.           Pada masa itu minyak Srimpi dipakai oleh pria maupun perempuan klas menengah di daerah-daerah. Baunya ringan, segar, minimalis, belum memakai formula yang canggih-canggih seperti halnya minyak wangi jaman sekarang.            Ketika jaman terus melaju, maka produk-produk

Nasi Goreng Madura di Pontianak

                Kurang dari dua tahun lalu, Imansyah bersama istrinya Siti Hamidah dan dua anaknya merantau ke Pontianak, Kalbar, dari kampung halamannya di Bangkalan, Madura. Di kota muara Sungai Kapuas ini mereka tinggal di rumah seorang kerabatnya yang mengusahakan rumah makan nasi goreng (Nas-Gor) di Sui Jawi. Pasangan ini belajar memasak nasi goreng khas Madura. Akhirnya setelah memahami segala seluk-beluk memasak nasi goreng, ditambah pengalamannya berdagang di kampungnya dulu, Imansyah dan istrinya membuka rumah makan nasi gorengnya sendiri, diberi nama Rumah Makan Siti Pariha di Jalan S. A. Rahman.   Di sini mereka mempekerjakan dua orang gadis kerabatnya guna melayani langganannya. RM Siti Pariha menarik pembelinya dengan mencantumkan kalimat: Cabang Sui Jawi. Rumah makan yang terletak berderet dengan rumah makan khas masakan Melayu serta sate ayam Jawa ini buka dari pukul 16.00 petang hingga pukul 23.00 atau hingga dagangannya ludes. Setiap hari RM Siti Par

Pak RT ogah lagu Barat

                          Sudah lama Pak RT yang di serial Bajaj Bajuri selalu berpenampilan serba rapi, rada genit dan sedikit munafik tapi takut istri ini tak nampak dari layar kaca TV nasional. Sejak serial Bajaj Bajuri yang ditayangkan TransTV berhenti tayang, Pak RT yang bernama asli H. Sudarmin Iswantoro ini tidak muncul dalam serial panjang. Walaupun begitu ia masih sering nongol di layar kaca dengan peran yang nyaris tetap yaitu Ketua RT, Ketua RW, guru atau ustadz.             Di luar perannya sebagai Pak RT tempat si Bajuri (Mat Solar), dengan istrinya si Oneng (Rike Diah Pitaloka)   dan mertuanya yang judes plus licik (Hj. Nani Wijaya) berdomisili, H. Darmin (panggilannya sehari-hari yang resmi sedangkan merk-nya yang lain tentu saja “Pak RT”) adalah pria yang berpembawaan santun dan halus.             Barangkali pembawaannya itu dilatarbelakangi oleh pendidikannya sebagai seorang guru. Mengajar merupakan cita-citanya sejak kecil. Sebagai anak kelima