Langsung ke konten utama

Riwayat Trem di Jakarta Tempo Doeloe


Kepala Balai Konservasi Drs. Chandrian dan potongan rel trem

Foto bekas gedung stasiun Jakarta Kota lama, lihat gambar-gambar simbol stasiun tujuan di atas jendela itu. Dua orang di gambar dari kiri, Ir. Indro Kusumowardono dan Adji Damais, dua orang pelaksana pemugaran Jakarta Lama tahun 1972 hingga 1974.
Oleh Adji Subela

            Perusahaan Kereta Api, PT KAI, pernah mengadakan razia terhadap penumpang yang naik ke atap gerbong. Tentu saja atap gerbong bukan tempat penumpang, sebab sangat berbahaya, berhubung dekat dengan kabel bermuatan listrik ribuan volt. Sudah banyak orang yang melayang nyawanya baik kesetrum maupun jatuh. Akan tetapi penumpang nekad naik ke atap pada jam-jam sibuk sebab jumlah gerbong keretanya sendiri kurang.
            Menurut Corporate Secretary PT KRL Commuter Jabodetabek (PT KCJ) Makmur Syaheran, tiap tahun kenaikan penumpang KRL se Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi mencapai 15 hingga 20%(Media Indonesia 19/5/11). Pemerintah minta PT KCJ mampu mengangkut 1,9 juta penumpang tiap hari hingga pada tahun 2019. Untuk itu diperlukan 1.440 gerbong tambahan, plus minimal 500 megawatt tenaga listrik. Sekarang ini PT KCJ hanya memiliki 386 gerbong layak pakai 60 sudah tua. Di samping itu guna mengimbangi frekuensi lalulintas rangkaian KA, perlu ada penambahan terowongan dan jalan layang guna memperlancar jalannya KA maupun pengguna angkutan darat lainnya.

Riwayat panjang trem di Jakarta
  • Di tahun 60-an kereta listrik yang kita kenal sekarang ini disebut trem dan beroperasi terutama di dalam kota Jakarta saja. Pada awalnya seseorang bernama J. Babut de Mares tanggal 15 Desember 1860 mengajukan gagasan kepada pemerintah Belanda untuk membangun jaringan trem di kota Batavia atau Jakarta sekarang.
  • Pemerintah Belanda kemudian menyerahkan pembangunan jaringan rel trem Batavia kepada perusahaan Dumbler & Co dan dimulai pada 10 Agustus 1867, jadi tujuh tahun setelah usulan de Mares. Jaringan ini rampung tanggal 20 April 1869, dan segera trem dioperasikan.
Jangan dikira trem masa itu sudah canggih, sebab tenaga listrik belum tersedia. Akibatnya trem ditarik kuda tiga ekor. Jalur yang dijalani mulai dari Amsterdamport di Jakarta Kota sekarang ini hingga ke Nieuwport, Molenvliet (Jl. Gajah Mada), dan berakhir di Harmonie.
  • Oleh karena didorong oleh kebutuhan penumpangnya yang semakin banyak maka jaringan baru trem dari Harmoni hingga ke Tanah Abang dibuka tanggal 6 Juni 1869 dan dibuka rute baru dari Balong Risjwijk (Jalan Juanda sekarang) menuju ke Kramat dan berakhir di Jatinegara.
  • Trem bertenaga uap pertama mulai digunakan di Batavia pada tahun 1883. Trem ini menjalani rute dari stasiun Beos (letaknya kira-kira di belakang Museum Sejarah Jakarta sekarang hingga ke Molenvliet, Harmonie, Waterloplein (Lapangan Banteng), terus ke Senen, Kramat, berakhir di Jatinegara. Pada tahun 1887 trem berkuda resmi berhenti beroperasi.
  • Setelah era mesin uap itu, maka datanglah masanya trem menggunakan tenaga listrik di Batavia. Itu terjadi pada tahun 1897 melayani empat rute yaitu Menteng, Kramat, Senen, Gunung Sahari serta Beos.
  • Masa kejayaan trem listrik yang berjasa mengangkut penumpang mondar-mandir di Jakarta itu berhenti tahun 1960 ketika pemerintah daerah Jakarta mengakhiri operasinya karena dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kota.

            Jalur rel trem ini pernah membelah halaman Taman Fatahillah di sisi barat menuju ke Amsterdamport di  utara. Tahun 1985 diadakan penggalian di tempat mana diperkirakan rel itu pernah ada. Rel itu masih ditemukan tertanam kira-kira 60 cm dari permukaan tanah. Setelah terbukti, maka ditutup kembali. Namun beberapa potongan dari bagian lain Jakarta Kota sering ditemukan dan disimpan di Balai Konservasi.
Itulah riwayat trem di Batavia atau Jakarta. Tentu saja penumpang di atap trem kala itu tidak ada sebab jumlah gerbong tercukupi dan petugas penegak hukum tegas.
           
           

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Minyak Srimpi

          Pada era 50-an tak banyak produk minyak wangi yang beredar di pasaran, terutama yang harganya terjangkau oleh mereka. Oleh karena itu, minyak pengharum badan itu banyak diproduksi perusahaan-perusahaan kecil guna memenuhi kebutuhan pasar akan pengharum. Oleh karena formulanya sederhana dan memakai bahan-bahan atau bibit minyak wangi yang terjangkau, maka dapat dikatakan hampir semua minyak wangi yang beredar waktu itu baunya nyaris seragam.           Satu merk yang popular pada saat itu, dan ternyata masih eksis hingga sekarang adalah minyak wangi cap Srimpi. Minyak ini dikemas dalam botol kaca kecil berukuran 14,5 ml, dengan cap gambar penari srimpi, berlatar belakang warna kuning.           Pada masa itu minyak Srimpi dipakai oleh pria maupun perempuan klas menengah di daerah-daerah. Baunya ringan, segar, minimalis, belum memakai formula yang canggih-canggih seperti halnya minyak wangi jaman sekarang.            Ketika jaman terus melaju, maka produk-produk

Nasi Goreng Madura di Pontianak

                Kurang dari dua tahun lalu, Imansyah bersama istrinya Siti Hamidah dan dua anaknya merantau ke Pontianak, Kalbar, dari kampung halamannya di Bangkalan, Madura. Di kota muara Sungai Kapuas ini mereka tinggal di rumah seorang kerabatnya yang mengusahakan rumah makan nasi goreng (Nas-Gor) di Sui Jawi. Pasangan ini belajar memasak nasi goreng khas Madura. Akhirnya setelah memahami segala seluk-beluk memasak nasi goreng, ditambah pengalamannya berdagang di kampungnya dulu, Imansyah dan istrinya membuka rumah makan nasi gorengnya sendiri, diberi nama Rumah Makan Siti Pariha di Jalan S. A. Rahman.   Di sini mereka mempekerjakan dua orang gadis kerabatnya guna melayani langganannya. RM Siti Pariha menarik pembelinya dengan mencantumkan kalimat: Cabang Sui Jawi. Rumah makan yang terletak berderet dengan rumah makan khas masakan Melayu serta sate ayam Jawa ini buka dari pukul 16.00 petang hingga pukul 23.00 atau hingga dagangannya ludes. Setiap hari RM Siti Par

Pak RT ogah lagu Barat

                          Sudah lama Pak RT yang di serial Bajaj Bajuri selalu berpenampilan serba rapi, rada genit dan sedikit munafik tapi takut istri ini tak nampak dari layar kaca TV nasional. Sejak serial Bajaj Bajuri yang ditayangkan TransTV berhenti tayang, Pak RT yang bernama asli H. Sudarmin Iswantoro ini tidak muncul dalam serial panjang. Walaupun begitu ia masih sering nongol di layar kaca dengan peran yang nyaris tetap yaitu Ketua RT, Ketua RW, guru atau ustadz.             Di luar perannya sebagai Pak RT tempat si Bajuri (Mat Solar), dengan istrinya si Oneng (Rike Diah Pitaloka)   dan mertuanya yang judes plus licik (Hj. Nani Wijaya) berdomisili, H. Darmin (panggilannya sehari-hari yang resmi sedangkan merk-nya yang lain tentu saja “Pak RT”) adalah pria yang berpembawaan santun dan halus.             Barangkali pembawaannya itu dilatarbelakangi oleh pendidikannya sebagai seorang guru. Mengajar merupakan cita-citanya sejak kecil. Sebagai anak kelima