Langsung ke konten utama

Bongkar Museum Fatahillah dikritik

Kompleks Museum Sejarah Jakarta tahun 1971 sebelum dipugar, difoto dari arah timur. Latar depan adalah Jl. Lada. Bagian yang akan dibongkar adalah yang beratap segitiga, tengah, berbatasan dengan gedung bertingkat di sisi kiri. (Foto: Robby Djojoseputro)





  • Perlu tender terbuka sebab MSJ sudah milik masyarakat luas

           Keinginan Museum Sejarah Jakarta (Museum Fatahillah) untuk membongkar bagian belakangnya guna membangun gudang dua tingkat untuk penyimpanan koleksi menuai protes sejumlah pengamat dan pencinta museum.
           Ada yang mengusulkan agar setiap kebijakan MSJ ditenderkan terbuka sebab Musem Fatahillah itu kini sudah seperti milik publik Jakarta, bahkan mungkin Indonesia.
Langkah untuk membongkar sebagian gedung bersejarah yang sudah berusia 300 tahun lebih tersebut kabarnya akan dilaksanakan tahun ini juga. Bagian museum yang akan dibongkar itu adalah ruang di halaman belakang yang mepet dengan gedung pajak yang bertingkat di belakang dan berbatasan dengan Jalan Lada, berseberangan dengan Gedung BNI 46.
           Ruangan ini merupakan bagian penting dari Museum Sejarah Jakarta karena sudah berusia tua walaupun tidak setua gedung utama yang dulunya Stadhuis (Balaikota) VOC.
“Apabila ruangan itu dihancurkan maka keseimbangan museum rusak, sebab MSJ sekarang ini sudah menyatu seperti selama ini. Masing-masing bagian sekarang ini punya peran yang menunjang apa yang dinamakan Museum Sejarah Jakarta,” kata sumber yang tak mau disebutkan namanya.
           Ditanyakan mengenai kesulitan pihak MSJ untuk menyimpan benda-benda koleksi yang tidak terpamerkan, ia menjawab bahwa gedung tersebut dapat dibangun di pelataran parkir yang berada di dekat Balai Konservasi.
“Tanah itu,” katanya, “memang milik bank BUMN, tapi saya yakin bisa dirundingkan untuk keperluan itu, sebab hingga sekarang toh juga telantar”.
Pada hematnya, fungsi tempat parkir masih bisa dipertahankan dengan membangun gudang di atasnya.
Banyak pihak menyayangkan rencana tersebut. Sebab dalam pandangan mereka gedung bertingkat yang ada di belakang kompleks MSJ yang ada sekarang itu pun dipandang merusak pandangan Taman Fatahillah.
“Kalau sudah terjadi ya sulit, tapi jangan sampai kita menambah kerusakan lingkungannya,” ujar pengamat museum tersebut.
Pengamat lainnya yang juga mantan Kepala Museum Jakarta, Adji Damais, mengatakan sebaiknya museum itu memiliki satu master plan ke arah mana dan bagaimana museum itu akan dikelola. Dengan demikian pengembangannya terarah dan tidak tambal-sulam.

Perlu ditenderkan terbuka
Sementara itu seorang arsitek mengatakan, pembangunan gudang itu sebaiknya ditenderkan secara terbuka sehingga segala lapisan masyarakat ikut melihat, menilai, dan menentukannya. Dengan demikian masyarakat ikut bertanggung jawab atas segala yang dikerjakan MSJ.
“MSJ kini sudah milik warga Jakarta, dan bahkan mungkin Indonesia. Banyak aktivitas yang mendukung museum tersebut. Jadi sudah sewajarnya kalau setiap langkah kebijaksanaan terhadap museum tersebut dikemukakan kepada masyarakat terlebih dahulu,” tambahnya.


Nota: Alangkah baiknya bila pembaca memberikan komentar, usul, kritik. Terimakasih.

Komentar

  1. Saya setuju sebaiknya dipertahankan apa yang ada sekarang karena atmosfir di dalam taman belakang MSJ sudah menjadi icon Stadhuis, sehingga kalau ada perubahan terhadap icon tersebut, masyarakat perlu dilibatkan.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Minyak Srimpi

          Pada era 50-an tak banyak produk minyak wangi yang beredar di pasaran, terutama yang harganya terjangkau oleh mereka. Oleh karena itu, minyak pengharum badan itu banyak diproduksi perusahaan-perusahaan kecil guna memenuhi kebutuhan pasar akan pengharum. Oleh karena formulanya sederhana dan memakai bahan-bahan atau bibit minyak wangi yang terjangkau, maka dapat dikatakan hampir semua minyak wangi yang beredar waktu itu baunya nyaris seragam.           Satu merk yang popular pada saat itu, dan ternyata masih eksis hingga sekarang adalah minyak wangi cap Srimpi. Minyak ini dikemas dalam botol kaca kecil berukuran 14,5 ml, dengan cap gambar penari srimpi, berlatar belakang warna kuning.           Pada masa itu minyak Srimpi dipakai oleh pria maupun perempuan klas menengah di daerah-daerah. Baunya ringan, segar, minimalis, belum memakai formula yang canggih-canggih seperti halnya minyak wangi jaman sekarang.            Ketika jaman terus melaju, maka produk-produk

Nasi Goreng Madura di Pontianak

                Kurang dari dua tahun lalu, Imansyah bersama istrinya Siti Hamidah dan dua anaknya merantau ke Pontianak, Kalbar, dari kampung halamannya di Bangkalan, Madura. Di kota muara Sungai Kapuas ini mereka tinggal di rumah seorang kerabatnya yang mengusahakan rumah makan nasi goreng (Nas-Gor) di Sui Jawi. Pasangan ini belajar memasak nasi goreng khas Madura. Akhirnya setelah memahami segala seluk-beluk memasak nasi goreng, ditambah pengalamannya berdagang di kampungnya dulu, Imansyah dan istrinya membuka rumah makan nasi gorengnya sendiri, diberi nama Rumah Makan Siti Pariha di Jalan S. A. Rahman.   Di sini mereka mempekerjakan dua orang gadis kerabatnya guna melayani langganannya. RM Siti Pariha menarik pembelinya dengan mencantumkan kalimat: Cabang Sui Jawi. Rumah makan yang terletak berderet dengan rumah makan khas masakan Melayu serta sate ayam Jawa ini buka dari pukul 16.00 petang hingga pukul 23.00 atau hingga dagangannya ludes. Setiap hari RM Siti Par

Pak RT ogah lagu Barat

                          Sudah lama Pak RT yang di serial Bajaj Bajuri selalu berpenampilan serba rapi, rada genit dan sedikit munafik tapi takut istri ini tak nampak dari layar kaca TV nasional. Sejak serial Bajaj Bajuri yang ditayangkan TransTV berhenti tayang, Pak RT yang bernama asli H. Sudarmin Iswantoro ini tidak muncul dalam serial panjang. Walaupun begitu ia masih sering nongol di layar kaca dengan peran yang nyaris tetap yaitu Ketua RT, Ketua RW, guru atau ustadz.             Di luar perannya sebagai Pak RT tempat si Bajuri (Mat Solar), dengan istrinya si Oneng (Rike Diah Pitaloka)   dan mertuanya yang judes plus licik (Hj. Nani Wijaya) berdomisili, H. Darmin (panggilannya sehari-hari yang resmi sedangkan merk-nya yang lain tentu saja “Pak RT”) adalah pria yang berpembawaan santun dan halus.             Barangkali pembawaannya itu dilatarbelakangi oleh pendidikannya sebagai seorang guru. Mengajar merupakan cita-citanya sejak kecil. Sebagai anak kelima