Langsung ke konten utama

Zona NASI KEBULI Jakarta

Popularitas nasi kebuli kian menanjak, kendati bagi warga Betawi, masakan asal Timur Tengah itu menjadi semacam “menu wajib” dalam pesta-pesta mereka sejak dulu. Ini karena persinggungan budaya mereka dengan Arab lewat jalur keagamaan, kekeluargaan, dan perdagangan.
            Selain bumbunya yang tajam, spicy kata orang Barat, setiap keluarga keturunan Arab pun memiliki gaya memasak nasi kebuli masing-masing. Inilah yang mengasyikkan, karena setiap kita menikmati nasi kebuli, maka akan tampak dari mana atau buatan siapa menu nikmat berbahan dasar daging kambing atau domba tersebut. Mirip masakan opor, di mana tiap keluarga punya style masing-masing.
            Oleh karena masakan ini berasal dan dibawa oleh orang-orang Arab dari tanah leluhurnya, maka dapat dipastikan, warung atau restoran yang menyajikan nasi kebuli tentulah berada di mana populasi keturunan Arabnya tinggi. Di Jakarta kita dapat melihat, konsentrasi komunitas Arab berada di tempat a.l.  Krukut, di wilayah Jalan Gajah Mada, Jakarta Barat, kemudian Cililitan, terutama Condet, Tanah Abang, serta Kampung Melayu dan sekitarnya.

Kampung Melayu Besar (sisi kanan foto) dilihat dari Kampung Melayu
            Di daerah Krukut jarang ditemui warung nasi kebuli, sebab daerah itu didominasi komunitas warga keturunan China. Mereka hidup bertetangga dengan rukun selama berabad-abad. Dahulu memang dijumpai warung makan nasi kebuli di Batuceper, tapi lantas menghilang tak pernah muncul kembali. Di daerah Condet dapat ditemukan restoran yang menyajikan masakan Timur Tengah, akan tetapi jumlahnya sedikit. Di Tanah Abang jumlahnya sedikit, kecuali satu-dua restoran besar dengan menu khusus Timur Tengah.
              Di Jalan Raden Saleh ada sekitar lima restoran Timur Tengah, akan tetapi mereka menyajikan berbagai menu, bukan hanya nasi kebuli saja.
              Sedangkan di Jl. Mampang Prapatan Raya ditemukan satu saja RM nasi Kebuli, yaitu RM Kebuli Ibu Hanna.
            Di daerah Kampung Melayu, terutama di Jalan Kampung Melayu Besar, terdapat sejumlah restoran yang menyajikan menu Timur Tengah dengan nasi kebuli sebagai unggulannya.
Jalan ini pendek saja, membentang dari  timur mulai Terminal Kampung Melayu ke arah barat hingga Jalan Abdullah Syafei (d/h Jl. Lapangan Roos) atau sebatas persimpangan rel KA. 
            Di sisi utara terdapat beberapa restoran nasi kebuli, antara lain, Ibu Hanna, Ibu Layla, Habib. Sedangkan untuk sate, dan sop kambingnya dilayani warung sate Mansur yang terkenal sejak dulu. Bang Mansur pun juga menerima pesanan nasi kebuli bila pelanggan menghendakinya, terutama untuk akikah.
            Di sisi selatan terdapat sebuah restoran yang menawarkan khusus masakan domba Afrika, selain nasi kebuli. Dulu juga ada rumah makan kecil yang menyajikan masakan Timteng terutama ya nasi kebuli itu.

Selain Kampung Melayu Besar, dulu dapat ditemukan juga rumah makan nasi bebuli di sekitar Kantor Kelurahan Rawabunga, berseberangan dengan Kampung Melayu Besar. Malahan nasi goreng kebuli yang sudah terkenal di Jalan Kebon Sirih Jakarta Pusat sempat membuka cabang di Kampung Melayu, tepatnya di Jalan Jatinegara Timur, pada malam hari.
Diperkirakan, Kampung Melayu merupakan wilayah dengan jumlah “produksi” nasi kebuli terbanyak di Jakarta, sebab selain restoran yang sudah disebutkan tadi, masih banyak keluarga keturunan Arab yang menerima pesanan katering nasi kebuli dan masakan Timteng lainnya seperti Marak Kambing, Nasi Krab Kambing, Kakab Kambing, Musaga, Nasi Briyani, Pacri, dan masih banyak lagi. Mereka ini umumnya tinggal di wilayah yang cukup luas antara lain di wilayah Jalan Wedana, Jalan Pedati, Jalan Penghulu, Gang Awab, Haji Yahya, Kampung Melayu Kecil  lain-lainnya.
Ada baiknya kita lihat beberapa di antaranya:

Pondok Nasi Kebuli Ibu Hanna
            Salah satu rumah makan nasi kebuli yang cukup lama ada yaitu Pondok Nasi Kebuli Ibu Hanna di Jalan K.H. Abdullah Syafei No. 31, Kampung Melayu Besar. Letaknya hanya beberapa puluh meter ke arah timur dari Perguruan Attahiriyah.
            Semula rumah makan ini sederhana, tapi berhubung semakin berkembang, maka tempat itu dibangun menjadi restoran bagus dengan berpendingin ruangan. Rumah makan ini juga melayani katering khusus masakan Timteng, khususnya nasi kebuli tentunya. Nampaknya justru katering ini yang kian maju, terutama pada hari-hari raya keagamaan, atau ketika banyak orang melaksanakan akikah untuk putra-putri mereka.


            Tentu saja nasi kebuli umumnya berbasis daging kambing atau domba. Akan tetapi mengingat banyak warga yang menghindari daging-daging tersebut, RM Pondok Nasi Kebuli Ibu Hanna juga melayani nasi kebuli berbasis daging ayam. Untuk porsi, itu tergantung seberapa banyak daging kambing gorengnya. Porsi reguler berupa sepiring nasi kebuli dengan tiga potong daging kambing ukuran agak besar, plus acar ketimun dan nenas serta sambal goreng hati. Selain itu pondok nasi kebuli ini juga menyediakan porsi nampan – seperti umumnya jamuan di Timteng – baik ukuran besar serta nampan kecil, yang umumnya untuk beberapa orang penikmat. Harganya bisa mencapai empat hingga enam kali porsi tunggal sesuai dengan berapa orang yang akan menikmati hidangan di nampan itu.

Rumah Makan Ibu Layla
            Berdekatan dengan perguruan Attahiriyah, dan juga kantor Assuryaniah terdapat rumah makan nasi kebuli, namanya RM Ibu Layla. Sama seperti Pondok Nasi Kebuli Ibu Hanna, di sini disediakan kebuli berbasis daging ayam, ditambah dengan Nasi Karab, dan sebagainya. Di sini juga menyediakan porsi nampan untuk empat atau enam orang sekaligus.

Sate Habib
            Beberapa belas meter ke arah timur dari Perguruan Attahiriyah, terdapat warung kecil menjajakan sate kambing namanya RM Habib. Juga, di sini disediakan nasi kebuli bila pelanggan memesannya. Tentu saja sebagai pendampingnya sate kambing.          
            Pendek kata bila penggemar nasi kebuli di Jakarta kebingungan mencari rumah makan yang menyajikan menu khas Timteng itu, tak ada salahnya mereka menyusuri Kampung Melayu Besar ini.
           
             

Komentar

  1. Ada Juga Nasi Kebuli di Kantin Hijau Daun 1 Booth 14 Gedung Bumi Putra Jl Jend. sudirman Kav. 73 Setia Budi Jakarta http://facebook.com/nasikebuliasli

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Minyak Srimpi

          Pada era 50-an tak banyak produk minyak wangi yang beredar di pasaran, terutama yang harganya terjangkau oleh mereka. Oleh karena itu, minyak pengharum badan itu banyak diproduksi perusahaan-perusahaan kecil guna memenuhi kebutuhan pasar akan pengharum. Oleh karena formulanya sederhana dan memakai bahan-bahan atau bibit minyak wangi yang terjangkau, maka dapat dikatakan hampir semua minyak wangi yang beredar waktu itu baunya nyaris seragam.           Satu merk yang popular pada saat itu, dan ternyata masih eksis hingga sekarang adalah minyak wangi cap Srimpi. Minyak ini dikemas dalam botol kaca kecil berukuran 14,5 ml, dengan cap gambar penari srimpi, berlatar belakang warna kuning.           Pada masa itu minyak Srimpi dipakai oleh pria maupun perempuan klas menengah di daerah-daerah. Baunya ringan, segar, minimalis, belum memakai formula yang canggih-canggih seperti halnya minyak wangi jaman sekarang.            Ketika jaman terus melaju, maka produk-produk

Pak RT ogah lagu Barat

                          Sudah lama Pak RT yang di serial Bajaj Bajuri selalu berpenampilan serba rapi, rada genit dan sedikit munafik tapi takut istri ini tak nampak dari layar kaca TV nasional. Sejak serial Bajaj Bajuri yang ditayangkan TransTV berhenti tayang, Pak RT yang bernama asli H. Sudarmin Iswantoro ini tidak muncul dalam serial panjang. Walaupun begitu ia masih sering nongol di layar kaca dengan peran yang nyaris tetap yaitu Ketua RT, Ketua RW, guru atau ustadz.             Di luar perannya sebagai Pak RT tempat si Bajuri (Mat Solar), dengan istrinya si Oneng (Rike Diah Pitaloka)   dan mertuanya yang judes plus licik (Hj. Nani Wijaya) berdomisili, H. Darmin (panggilannya sehari-hari yang resmi sedangkan merk-nya yang lain tentu saja “Pak RT”) adalah pria yang berpembawaan santun dan halus.             Barangkali pembawaannya itu dilatarbelakangi oleh pendidikannya sebagai seorang guru. Mengajar merupakan cita-citanya sejak kecil. Sebagai anak kelima

Nasi Goreng Madura di Pontianak

                Kurang dari dua tahun lalu, Imansyah bersama istrinya Siti Hamidah dan dua anaknya merantau ke Pontianak, Kalbar, dari kampung halamannya di Bangkalan, Madura. Di kota muara Sungai Kapuas ini mereka tinggal di rumah seorang kerabatnya yang mengusahakan rumah makan nasi goreng (Nas-Gor) di Sui Jawi. Pasangan ini belajar memasak nasi goreng khas Madura. Akhirnya setelah memahami segala seluk-beluk memasak nasi goreng, ditambah pengalamannya berdagang di kampungnya dulu, Imansyah dan istrinya membuka rumah makan nasi gorengnya sendiri, diberi nama Rumah Makan Siti Pariha di Jalan S. A. Rahman.   Di sini mereka mempekerjakan dua orang gadis kerabatnya guna melayani langganannya. RM Siti Pariha menarik pembelinya dengan mencantumkan kalimat: Cabang Sui Jawi. Rumah makan yang terletak berderet dengan rumah makan khas masakan Melayu serta sate ayam Jawa ini buka dari pukul 16.00 petang hingga pukul 23.00 atau hingga dagangannya ludes. Setiap hari RM Siti Par