Langsung ke konten utama

Bu RT Bajaj Bajuri sibuk lagi










            Bagi Bu Azhari, peran menjadi Ibu RT di serial Bajaj Bajuri yang ditayangkan di TransTV tahun 2004 hingga 2006 itu, sangat berkesan. Namanya melonjak dan dikenal di mana-mana sebagai “Bu RT”. Nama ini melekat erat, walaupun sebelumnya ia banyak bermain di sinetron baik lepas maupun serial.
            Ibu paruh baya kelahiran Semarang, Jateng, ini terkenal karena selalu tampil halus, bijaksana, dan terkadang humoris juga. Sudah beberapa tahun ia “istirahat” dari kegiatan teater dan sinetron, karena merasa capek. Namun, ketika berkumpul dengan sesama teman seniman teater, maka darah seninya menggelegak kembali.
            Bu RT sejak awal tahun 2013 ini kembali aktif karena desakan para koleganya. Ia menghidupkan kembali Surya Sine yang sudah dirintisnya bertahun-tahun. Kini dengan dukungan mantan Walikota Jakarta Utara, Suprawito, Surya Sine Jakarta acting course dibuka kembali dengan menempati satu unit ruko di Kelapa Gading, yaitu di Jalan Bulevar (Boulevard) Timur, Ruko Blok CB-1, No.1 Kelapa Gading.
            Di tempat ini Bu RT menggodok kembali para bibit-bibit muda yang diharapkan mampu menjadi pemain-pemain andal di masa mendatang. Sejumlah kegiatan sudah disiapkan untuk menampung para kader muda ini.
            Teater binaan Bu RT ini sudah menelorkan banyak pemain, sutradara dan bidang teknis lainnya. Beberapa di antaranya kini dipercaya sejumlah production house untuk menangani produksinya.
Bajaj Bajuri berkesan
            Bagi Bu Azhari bermain di Bajaj Bajuri punya kesan mendalam, karena ceritanya ringan namun berbobot. Di samping itu suasana syuting sudah menjadi rumah kedua bagi para pemainnya. Mereka berkumpul begitu akrab seperti saudara. “Sayang serial itu harus terhenti,” tuturnya kepada JURNAL BELLA. Suasana itu sama dengan atmosfer yang ia bangun di grup teaternya. Semuanya akrab, dan sudah seperti saudara sendiri. Oleh karena itu, ketika grup ini punya acara apa saja di masa vakum, para mantan anak didik cepat berkumpul. Bahkan beberapa di antaranya berani meninggalkan tugasnya untuk berkumpul dengan “saudara-saudaranya”.
            Darah seni mengalir deras di tubuh perempuan yang berpostur tinggi besar tersebut. Sejak remaja ia sudah aktif dalam berbagai kegiatan teater. Padahal ia adalah keturunan pedagang dari ayahnya yang berdarah Pakistan. Namun bakat dagang itu justru jatuh ke adik lelakinya, dan Bu Azhari tekun di jalur seni teater.
            “Kekeluargaan, itulah yang kami kembangkan di sini,” tuturnya lagi. Bagi anak-anak asuhnya, Bu RT adalah ibu bijaksana di dunia nyata, memiliki kesabaran luar biasa, dan mengerjakan segala sesuatu tanpa banyak ribut, dan tidak pernah bertengkar. Semuanya dihadapi dengan tawa dan senyum. Seringkali teknik itu lebih berhasil ketimbang “ngotot”. Maka para anak didiknya pun setia-setia.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Minyak Srimpi

          Pada era 50-an tak banyak produk minyak wangi yang beredar di pasaran, terutama yang harganya terjangkau oleh mereka. Oleh karena itu, minyak pengharum badan itu banyak diproduksi perusahaan-perusahaan kecil guna memenuhi kebutuhan pasar akan pengharum. Oleh karena formulanya sederhana dan memakai bahan-bahan atau bibit minyak wangi yang terjangkau, maka dapat dikatakan hampir semua minyak wangi yang beredar waktu itu baunya nyaris seragam.           Satu merk yang popular pada saat itu, dan ternyata masih eksis hingga sekarang adalah minyak wangi cap Srimpi. Minyak ini dikemas dalam botol kaca kecil berukuran 14,5 ml, dengan cap gambar penari srimpi, berlatar belakang warna kuning.           Pada masa itu minyak Srimpi dipakai oleh pria maupun perempuan klas menengah di daerah-daerah. Baunya ringan, segar, minimalis, belum memakai formula yang canggih-canggih seperti halnya minyak wangi jaman sekarang.            Ketika jaman terus melaju, maka produk-produk

Nasi Goreng Madura di Pontianak

                Kurang dari dua tahun lalu, Imansyah bersama istrinya Siti Hamidah dan dua anaknya merantau ke Pontianak, Kalbar, dari kampung halamannya di Bangkalan, Madura. Di kota muara Sungai Kapuas ini mereka tinggal di rumah seorang kerabatnya yang mengusahakan rumah makan nasi goreng (Nas-Gor) di Sui Jawi. Pasangan ini belajar memasak nasi goreng khas Madura. Akhirnya setelah memahami segala seluk-beluk memasak nasi goreng, ditambah pengalamannya berdagang di kampungnya dulu, Imansyah dan istrinya membuka rumah makan nasi gorengnya sendiri, diberi nama Rumah Makan Siti Pariha di Jalan S. A. Rahman.   Di sini mereka mempekerjakan dua orang gadis kerabatnya guna melayani langganannya. RM Siti Pariha menarik pembelinya dengan mencantumkan kalimat: Cabang Sui Jawi. Rumah makan yang terletak berderet dengan rumah makan khas masakan Melayu serta sate ayam Jawa ini buka dari pukul 16.00 petang hingga pukul 23.00 atau hingga dagangannya ludes. Setiap hari RM Siti Par

Pak RT ogah lagu Barat

                          Sudah lama Pak RT yang di serial Bajaj Bajuri selalu berpenampilan serba rapi, rada genit dan sedikit munafik tapi takut istri ini tak nampak dari layar kaca TV nasional. Sejak serial Bajaj Bajuri yang ditayangkan TransTV berhenti tayang, Pak RT yang bernama asli H. Sudarmin Iswantoro ini tidak muncul dalam serial panjang. Walaupun begitu ia masih sering nongol di layar kaca dengan peran yang nyaris tetap yaitu Ketua RT, Ketua RW, guru atau ustadz.             Di luar perannya sebagai Pak RT tempat si Bajuri (Mat Solar), dengan istrinya si Oneng (Rike Diah Pitaloka)   dan mertuanya yang judes plus licik (Hj. Nani Wijaya) berdomisili, H. Darmin (panggilannya sehari-hari yang resmi sedangkan merk-nya yang lain tentu saja “Pak RT”) adalah pria yang berpembawaan santun dan halus.             Barangkali pembawaannya itu dilatarbelakangi oleh pendidikannya sebagai seorang guru. Mengajar merupakan cita-citanya sejak kecil. Sebagai anak kelima