Langsung ke konten utama

Sisi human interest sejarah NKRI

Buku

Judul                            : Ngungak Sejarah – NKRI Limang Jaman
Penulis                         : Soebagijo IN
Bahasa                         : Bahasa Jawa populer
Penerbit                        : Pena Kreasi
Editor/Penglaras            : Goenarso TS
Jumlah halaman            : 426
Ukuran buku                  : 16 cm x 24 cm
Harga                           : Rp.175.000,- plus ongkos kirim
Kontak                          : Goenarso TS no. HP 0813 1578 7850

           
Bosan membaca buku sejarah yang kaku, formal-resmi, dan sering terlalu subyektif tergantung siapa yang menuliskannya? Sebaliknya, Anda ingin membaca latar belakang atau peristiwa yang terjadi di belakang adegan heroik momen-momen sejarah? Yang sangat menarik, dan menunjukkan sisi manusiawi di balik peristiwa akbar itu?

Terbayangkah oleh kita bagaimana Bung Karno susah-payah menahan kencing dalam penerbangan memakai pesawat tempur Jepang dari Vietnam ke Singapura? Kemudian tokoh proklamator itu terpaksa buang air kecil di sebuah lubang yang berakibat air seninya berhamburan lalu membasahi tokoh proklamator lainnya yaitu Bung Hatta? Dan Bung Hatta tertawa terpingkal-pingkal seperti yang beliau tuturkan dalam memoirnya?

Bagaimana penjahat perang Jepang Jenderal Tojo berusaha mengakhiri hidupnya dengan menembak dirinya sendiri tapi gagal, dan dengan terluka parah ia justru ditolong pasukan Amerika Serikat?

Atau bagaimana tingkah-polah arogan gembong PKI Muso yang sebenarnya kampungan?

Dialog-dialog atau kejadian apa di balik rapat akbar Lapangan Ikada, bagaimana para pemuda penculik Soekarno-Hatta mendapatkan semprotan karena gegabahnya, juga menarik untuk diketahui.

Buku sejarah bukan lagi satu teks mati dengan satu penfasiran, tapi kini diberi keleluasan untuk memaknainya berdasarkan peristiwa di balik sejarah.
Soebagijo IN (5 Juli 1924- September 2013)

            Silakan baca buku tulisan Soebagijo IN (almarhum) berjudul Ngungak Sejarah – NKRI Limang Jaman (Menengok Sejarah, Lima Zaman), yaitu cerita di balik peristiwa sejarah berbobot human interest kental. Oleh karena itu buku ini menjadi sangat menarik, bukan saja untuk mengingatkan kita akan sejarah Negara Kesatuan Republik Indonesia, tapi juga segala tingkah polah para pengukir sejarah nasional.

            Acuan zaman yang dipakai dalam buku ini menurut penulisnya berdasarkan peristiwa sejak masa Revolusi, Liberal, Demokrasi Terpimpin, Orde Baru, dan Reformasi.

            Di samping menyajikan peristiwa sejarah yang baku dan sudah sering kita simak, buku karya wartawan senior dari LKBN Antara ini memuat kejadian-kejadian lucu, menyedihkan, atau menegangkan. Dari buku semacam ini pembaca bias belajar bahwa tidak mudah melakoni peran sebagai pengukir sejarah. Semua jerih-payah yang “manusiawi” ini mengingatkan kita agar tidak menempatkan para tokoh sejarah sebagai “dewa” tanpa kesalahan sebab mereka semua ini manusia juga. Tentu saja cara pandang tersebut tidak boleh berarti merendahkan para tokoh sejarah kita, akan tetapi justru menambah bumbu penyedap sejarah. Peristiwa-peristiwa yang dibeber di buku merupakan cukilan dari buku-buku lama berbahasa Belanda milk Pak SIN.

            Sayang, buku ini ditulis dalam Bahasa Jawa popular sehingga menyulitkan pembaca yang tidak memahami bahasa tersebut. Semula isi buku adalah artikel bersambung karya Soebagijo IN – atau yang terkenal dengan singkatan SIN – di salah satu majalah mingguan berbahasa Jawa yang terlama yaitu Panyebar Semangat terbitan Surabaya. Tulisan dimuat antara 4 September 2010 hingga 17 Maret 2012 lalu.

            Tulisan tersebut dikumpulkan, diedit, dan diselaraskan kembali oleh Goenarso TS, wartawan senior di SKH Pos Kota, lulusan Pendidikan Guru Agama yang memilih menjadi wartawan, dan juga mantan Pemimpin Redaksi majalah berbahasa Jawa, Damar Jati, Jakarta, yang juga pengagum berat almarhum Pak  SIN. Selain sekedar mengedit tulisan, Goenarso TS juga menambah banyak foto dari berbagai sumber, juga kotak-kotak yang berisi kejadian yang diketahui Pak SIN tetapi belum dituliskan kembali, serta tata letaknya.

            Ditanya mengenai kenapa Pak SIN menuliskan artikelnya dalam bahasa Jawa, Goenarso mengatakan, hal itu disengaja agar selain memelihara bahasa yang mulai dilupakan penuturnya juga sebagai “eksklusif” tidak biasa.

            Menjelang wafatnya bulan September 2013 lalu, Pak SIN menyatakan kepuasannya atas kerja Goenarso TS. “Beliau untungnya sudah sempat menerima langsung royalty atas buku ini,” tutur Goenarso. Menurut orang Purworejo yang mengasah kemampuan jurnalistik dalam bahasa Jawanya di Majalah Parikesit, Surakarta, era 70-an ini, buku sudah terjual 100 eksemplar.

            Para pembeli buku ini kebanyakan adalah orang-orang yang suka pada kisah sejarah serta para pemerhati maupun penggemar bahasa Jawa.
           
            “Kapan diterjemahkan ke bahasa Indonesia?” Tanya Bella.Jurnal
            “Pertama ini merupakan warisan asli dari Pak SIN, saya ingin mengabadikannya. Kalau nanti permintaan meningkat, mungkin akan diusakan penerjemahannya,” jawab Goenarso TS.

           

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Minyak Srimpi

          Pada era 50-an tak banyak produk minyak wangi yang beredar di pasaran, terutama yang harganya terjangkau oleh mereka. Oleh karena itu, minyak pengharum badan itu banyak diproduksi perusahaan-perusahaan kecil guna memenuhi kebutuhan pasar akan pengharum. Oleh karena formulanya sederhana dan memakai bahan-bahan atau bibit minyak wangi yang terjangkau, maka dapat dikatakan hampir semua minyak wangi yang beredar waktu itu baunya nyaris seragam.           Satu merk yang popular pada saat itu, dan ternyata masih eksis hingga sekarang adalah minyak wangi cap Srimpi. Minyak ini dikemas dalam botol kaca kecil berukuran 14,5 ml, dengan cap gambar penari srimpi, berlatar belakang warna kuning.           Pada masa itu minyak Srimpi dipakai oleh pria maupun perempuan klas menengah di daerah-daerah. Baunya ringan, segar, minimalis, belum memakai formula yang canggih-canggih seperti halnya minyak wangi jaman sekarang.            Ketika jaman terus melaju, maka produk-produk

Nasi Goreng Madura di Pontianak

                Kurang dari dua tahun lalu, Imansyah bersama istrinya Siti Hamidah dan dua anaknya merantau ke Pontianak, Kalbar, dari kampung halamannya di Bangkalan, Madura. Di kota muara Sungai Kapuas ini mereka tinggal di rumah seorang kerabatnya yang mengusahakan rumah makan nasi goreng (Nas-Gor) di Sui Jawi. Pasangan ini belajar memasak nasi goreng khas Madura. Akhirnya setelah memahami segala seluk-beluk memasak nasi goreng, ditambah pengalamannya berdagang di kampungnya dulu, Imansyah dan istrinya membuka rumah makan nasi gorengnya sendiri, diberi nama Rumah Makan Siti Pariha di Jalan S. A. Rahman.   Di sini mereka mempekerjakan dua orang gadis kerabatnya guna melayani langganannya. RM Siti Pariha menarik pembelinya dengan mencantumkan kalimat: Cabang Sui Jawi. Rumah makan yang terletak berderet dengan rumah makan khas masakan Melayu serta sate ayam Jawa ini buka dari pukul 16.00 petang hingga pukul 23.00 atau hingga dagangannya ludes. Setiap hari RM Siti Par

Pak RT ogah lagu Barat

                          Sudah lama Pak RT yang di serial Bajaj Bajuri selalu berpenampilan serba rapi, rada genit dan sedikit munafik tapi takut istri ini tak nampak dari layar kaca TV nasional. Sejak serial Bajaj Bajuri yang ditayangkan TransTV berhenti tayang, Pak RT yang bernama asli H. Sudarmin Iswantoro ini tidak muncul dalam serial panjang. Walaupun begitu ia masih sering nongol di layar kaca dengan peran yang nyaris tetap yaitu Ketua RT, Ketua RW, guru atau ustadz.             Di luar perannya sebagai Pak RT tempat si Bajuri (Mat Solar), dengan istrinya si Oneng (Rike Diah Pitaloka)   dan mertuanya yang judes plus licik (Hj. Nani Wijaya) berdomisili, H. Darmin (panggilannya sehari-hari yang resmi sedangkan merk-nya yang lain tentu saja “Pak RT”) adalah pria yang berpembawaan santun dan halus.             Barangkali pembawaannya itu dilatarbelakangi oleh pendidikannya sebagai seorang guru. Mengajar merupakan cita-citanya sejak kecil. Sebagai anak kelima